Kamis, 19 Januari 2012

Bangunan-bangunan Ramah Gempa dari Bambu


Desa Jayapura, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, resmi memiliki beberapa bangunan ramah gempa berbahan bambu. Bangunan-bangunan tersebut adalah Bale Pinter, Bale Desa, dan SD Singajaya. Untuk menyokong ketiga bangunan tersebut dibuat pula Bengkel Bambu sebagai pusat pengembangan dan pemanfaatan bambu oleh masyarakat setempat. Ketiga bangunan yang diresmikan Rabu (26/9/2011) pekan lalu itu menggunakan pasak bambu komposit sebagai bahannya, yang dipadukan dengan konsep kreativitas dan kearifan budaya lokal dari Kampung Naga. Bangunannya terlihat begitu cantik, mirip seperti resor-resor mahal di Bali atau resor bernuansa ekowisata di kawasan-kawasan lain Indonesia.

Sebenarnya, bahan bangunan dari bambu dan kayu merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Selain itu, bambu digunakan sebagai bahan dasar konstruksi karena memiliki multifungsi dan bersifat lentur sehingga kekuatannya dapat disetarakan dengan baja.
Harga pembangunannya pun setengah dari biaya konstruksi bangunan modern per meter perseginya. Untuk pembangunan satu meter persegi membutuhkan Rp 500.000, sedangkan bangunan konvensional sekitar Rp 1,5 juta.
Ramah gempa
Pada 2009 lalu Kecamatan Cigalontang lalu luluh lantak dihantam gempa. Untuk itu, salah satu desanya, yaitu Desa Jayapura, terpilih karena mengalami kerusakan terparah saat gempa tersebut terjadi dan pembangunannya kembali terhambat oleh dana.
Saat itu, tercatat 119 rumah rusak berat, 240 rumah rusak sedang, dan 77 rumah rusak ringan. Kerusakan cukup parah justu dialami oleh bangunan yang berbahan konvensional dari batu bata, pasir, semen, dan genteng. Oleh karena itu, Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) menggagas bangunan ramah gempa sekaligus mangangkat bambu sebagai bahan alternatif bangunannya.
Peresmian bangunan ramah gempa tersebut merupakan upaya mengembangkan model pusat pertumbuhan regional desa berbasiskan kearifan lokal. Selain itu, kegiatan tersebut juga merupakan transformasi pengenalan kembali nilai-nilai budaya dalam pengembangan kawasan pedesaan. DPKLTS juga memberikan pelatihan kepada warga mengenai mitigasi bencana dan upaya untuk menjaga ketahanan pangan.
Peresmian bangunan ramah gempa ini dihadiri oleh sesepuh masyarakat Jawa Barat yaitu Solihin G.P., Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, pengusaha Arifin Panigoro, Bupati Tasikmalaya UU Ruzhanul Ulum, Kepala Desa Jayapura E Yudarman, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, termasuk perwakilan dari Kampung Adat Baduy. Pada kesempatan tersebut, Solihin G.P menyerahkan bibit dan biji pohon aren yang dapat dimanfaatkan untuk ekonomi rumah tangga masyarakat desa.
Acara peresmian dimeriahkan oleh arak-arakan hasil bumi penduduk desa, pawai budaya Reog Buncis dan Jempana, serta Cianjuran. Acara juga diramaikan dengan atraksi pertunjukan bersama yang dipimpin oleh Sam Udjo dari Saung Angklung Udjo.
Dalam sambutannya, Solihin G.P. mengingatkan agar masyarakat memanfaatkan bambu untuk bangunan ramah gempa dan kreativitas lainnya.
"Bangunan tahan gempa ini adalah warisan dari karuhun Sunda. Lebih murah dan telah teruji selama ratusan tahun," ungkapnya.
Mang Ihin, sapaan akrab Solihin, juga menekankan pentingnya hutan dan desa bagi negara.
"Desa kuat, maka negara kuat. Jaga hutan dan lindungi untuk anak cucu, jika hutan rusak maka tinggal tunggu bencana," ujarnya.
Sekolah bambu
Kini, Bangunan SD Singajaya yang dibangun kembali dengan material bambu tampak mewah dan cantik. Atapnya berbahan ijuk, berdinding gedek, dan tiang bambunya terlihat menyatu dengan alam. Dibandingkan dengan bangunan kelas lainnya yang terbuat dari bata dan semen, ruang kelas bambu ini diharapkan ramah gempa. Apabila ada kerusakan, maka tidak akan separah yang menimpa bangunan berbahan konvensional.
Wagub Jabar Dede Yusuf dalam sambutannya di hadapan siswa-siswi SD Singajaya menyarankan agar bangunan sekolah lainnya di Jawa Barat mencontoh sekolah dengan material bambu ini. Sekolah berbahan bambu ini juga sekaligus bukti, bahwa untuk membangun sekolah tidak perlu mahal, tapi dapat memanfaatkan bambu yang lebih ekonomis dan ramah gempa.
Bambu, selain dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan, juga dapat dimanfaatkan untuk aneka kerajinan tangan. Buktinya, di arena bazar saat acara peresmian bangunan ini tersedia aneka kerajinan bambu seperti topi tudung bambu, angklung mini, mainan, aksesoris, alas meja, tempat tisu, dan sebagainya.
Adapun Bale Pinter yang dibangun di tengah-tengah Desa Jayapura berfungsi sebagai pusat informasi dan pengetahuan bagi masyarakat. Warga desa dapat mendapatkan beragam sumber keilmuan seperti teknologi (ICT), pertanian, perkebunan, pembibitan, pengolahan bambu, serta kearifan lokal. Di tempat ini juga disediakan kursus komputer bagi masyarakat sekitar desa. (SUN/HIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar